Helloooo. I’m back dengan review film yg selalu gak konsisten diposting haha.
Kali ini berhasrat banget mau bahas tentang salah satu film Indonesia yang baru aja rilis -- tapi sayangnya di OTT bukan di bioskop layar gede :/ -- judulnya, PERFECT STRANGERS. Jauh-jauh hari si pembuat film udah sounding ke masyarakat sinema layar perak kalo film ini tuh emang adaptasi dari film asal Italia yang berjudul Perfetti Sconosciuti atau yang kalo diterjemahin ya artinya sama, Perfect Strangers. Gw pun udah lama tau film aslinya, tapi gw gak pernah berani nonton film aslinya setelah gw liat trailernya, ada beberapa alasan sih kenapa males liatnya:
Pertama, Bahasa
yang dipake di sepanjang film itu Bahasa italia aja doooooong, ya maap-maap aja
nih, nehi muhabate keyaho, alias gw gak ngerti bahasanya wkwk, eventho
harus pake subtitle pun kayaaaaak… takut gak dapet feel-nya gitu loh, wkwk.
Kedua, idk whats wrong sama casting director-nya, apa karena emang muka orang Eropa tuh tua-tua gitu ya, jadi cast yang dipake di film itu tuh tuaaaa-tuaaaa
buangeeeet, kayak yg udah om-om tante-tante wkwk, tapi ya emang latar usia
karakternya rata-rata udah 30 akhir menuju 40-an sih, so wajar aktor yang
dipake udah (keliatan banget) berumur wkwk.
Lanjut,
Oke. Sebelum lanjut, seperti biasa
review yang bakal gw bikin ini bakalan gw mix antara sinopsis, alur cerita
(include spoilers) wkwk, dan review. Jadi, bagi kalian yang mau nonton ini
tanpa tau spoilernya ya cukup skip aja nanti bagian akhirnya, krn akan ada
twist seruu haha.
Gambaran singkat film ini sebenernya
tentang acara makan malem bareng antar tujuh orang yang udah sahabatan lama
banget, lebih dari 20 tahun, mereka adalah Enrico (Darius Sinathrya), Eva
(Nadine Alexandra), Wisnu (Adipati Dolken), Imelda (Clara Bernadeth), Anjas
(Denny Sumargo), Kesha (Jessica Mila), dan Tomo (Vino G. Bastian). Sebenernya,
yang sahabatan lama dari kecil itu suami-suami mereka, yaitu Enrico, Wisnu,
Anjas, dan Tomo, tapi berhubung sekarang si cowok-cowok itu udah pada nikah dan
punya istri, jadilah istri-istri mereka jd saling bersahabat juga. Btw, semua
bujang-bujang ini udah pada nikah, kecuali Tomo (haha, lucunya di hampir banyak
kehidupan nyata, selalu ada temen yg ngejomblo begini pasti di setiap peer
group).
Saking lamanya berteman, mereka ini
kalo kumpul bener-bener asik, gak saling jaim. Masing-masing dari mereka juga
karakternya beda-beda,
Enrico si anak cerdas, good looking, rapi, kalem, good boy, humoris tapi bukan yang sok asik atau selengek-an gitu, pokoknya kayaknya pas jaman sekolah, Enrico ini pasti kebanggaan guru-guru, banyak temennya, yg cool-cool pinter tapi baik, terus banyak cewek yg suka haha. Enrico ini kerja sebagai plastic surgeon atau dokter bedah plastik yang bisa dibilang lumayan sukses, karena dari penampilannya, keluarga Enrico ini terlihat wealthy sekaliii, tinggal di apartemen mewah dengan segala furnitur yg mahal, gaya berpakaian Enrico juga nunjukin banget strata sosialnya.
Eva, istri Enrico yang gak kalah sultan, dan emang sultan haha. Eva digambarkan sebagai Wanita karir kelas atas yang tegas, perfeksionis, sedikit dingin, rigid tapi bisa dengan ajaibnya luluh kalo udah sama Enrico haha, ya intinya kalo ngeliat Eva ini sedikit mengingatkan gw pada tokoh Bree Van de Kamp di serial Desperate Housewives, gimana kakunya dia terkadang, gimana perfeksionisnya sama anak dan segala sesuatunya dan selalu pengen terlihat sempurna (padahal deep down rapopo alias rapuh porak poranda wkwk). Eva bekerja sebagai terapis (bukan pijet) haha, tapi psychotherapist atau bahasa lokalnya ya, psikolog/psikiater gitu, jadi kesehariannya rutin praktik konseling, menghadiri seminar, dll intinya bantu orang feeling better, mentally. Padahal mental dia sendiri sedang tergoncang wkakak.
Wisnu, teman masa kecil Enrico yang sekarang sukses “banyak dosa” (mengutip sebutan dari istrinya sendiri) wkwk, alias kerja jadi pengacara/lawyer ibu kota yang udah mantap banget deh jam terbangnya. Wisnu ini tipikal temen yang straight to the point, mungkin krn profesinya yg pengacara jadi sifatnya terbentuk gak basa-basi, cenderung short-tempered, gak terlalu goofy juga kalo becanda, di antara karakter cowok lainnya, bisa dibilang Wisnu ini yang keliatan paling bapak-bapak banget perangainya krn gak seasik temen-temen lainnya kalo joking around. Wisnu juga gak kalah sultan dari keluarga Enrico, tinggal di rumah mewah dengan seorang istri, ibunya yang udah janda dan dua anak yang masih kecil-kecil.
Imelda, istri Wisnu yang gak terlalu banyak dijelasin profesinya apa, sepanjang film Imelda cuma dideskripsikan sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak yang masih kecil-kecil. Imelda sendiri lagi aktif kursus bahasa Italia di sela-sela kegiatannya mengurus anak, walopun soal kursus bahasa ini sering memantik amarah Wisnu karena sifat Wisnu yang lebih logis, judgmental, driven, arguing kontras banget sama pembawaan Imelda yang lebih keibuan, laid-back, santai, artistik-linguistik (?) di mana menurut Wisnu les bahasa Italia itu sama sekali gak penting, terutama karena Imelda sering practice bahasa Italia di depan Wisnu, dan dia sama sekali gak paham apa yang diomongin wkwk.
Anjas (gak pake mara), another friend satu gengnya Wisnu dan Enrico yang paling playful. Anjas digambarkan sebagai karakter yang player, bad boy, suka gonta-ganti cewek (at least sampe akhirnya nikah dan dijinakkan sama istrinya, Kesha). Dari segi finansial, Anjas emang gak setajir dua orang temennya, Wisnu dan Enrico. Si Anjas ini Cuma kerja sebagai pengusaha yang gak sukses-sukses amat, wkwk. Mungkin karena mudanya bandel, jadilah si Anjas tanpa mara ini cuma kerja wirausaha sebagai pemilik salah satu café di Jakarta. Yaa walopun gak kaya-kaya amat, still Anjas masih bisa driving her wife with sedan BMW :))))
Kesha, si karakter paling muda di antara member-member peer group suaminya yang rata-rata udah middle-aged: 30 akhir menuju 40-an haha. Kalo diliat-liat, si Kesha ini umurnya kemungkinan masih di bawah 35 tahun, keliatan lah mudanya dibandingin Imelda dan Eva. Di antara Enrico dan Wisnu emang Anjas yang paling terakhir nikah, jadi Kesha ini pengantin baru yang baru beberapa bulan dinikahin Anjas. Kesha berprofesi sebagai dokter hewan, karakternya paling santuuy khas cewek-cewek muda yg fun, baik hati, slightly polos, lovable, ngegemesin, sassy, clingy, yang pokoknya bikin Anjas yang usianya jauh lebih tua bisa ikutan bersikap manja-manja gemes ke dia.
Last but not least, Tomo si _ _ _ _, wkwkwk sensor dulu ah, gak seru kalo udah di-spoil di awal hahaha. Tomo ini karakter anak gendut tapi asik dan baik yang mostly ada di tiap kehidupan pergeng-an. Anak gendut yang selalu jadi tumbal, bahan bullyan temen-temen krn paling telat “berkembang” dan yaaaa… paling biasa lah di antara temen-temennya yang luar biasa tapi paling thoughtful. Tomo si cowok sensitive, baik, deket sama cewek-cewek, dan mungkin juga sering jadi tempat curhat mereka, kerja sebagai guru olahraga di salah satu SD swasta di Jakarta. Walopun ini bikin ngakak karena profesinya sbg guru olahraga yang harusnya punya badan sterek, atletis, atau mungkin musclely, berbanding terbalik sama perawakan Tomo yang aduhai gemoooy banget. Tomo yang berparas subur (walopun dibilang udah lebih kurusan menurut temen-temennya), gondrong, brewokan, sebenernya lebih cocok jadi copet/jambret atau kriminil sih dibandingkan jadi tenaga pendidik haha, dan si Tomo ini satu-satunya member grup yang masih lajang di antara mereka bertujuh. Tomo diceritain udah lama menjomblo dan lagi pendekatan sama pacar baru.
Well, cukup kali ya pengenalan
tokohnya, karena di filmnya juga semuanya serba singkat dan mengalir gitu aja.
Langsung pada ceritanya.
Adegan awal dimulai dari seorang Tomo yang lagi mau naik busway menuju suatu tempat. Tomo yang pake jaket kuning sambil dengerin siaran radio di handphone-nya pake headset akhirnya duduk di dalam busway, baru beberapa menit film berjalan si Tomo ini udah keliatan baik dan sensible-nya, dari cara dia ngasih tempat duduk yang baru banget dia dudukin ke ibu-ibu tua yang baru aja naik. Awwww baru scene pertama penonton udah dibuat jatuh cinta sama sosok sederhana Tomo.
Scene selanjutnya, kita dikenalin sama pasangan yang masih dalam honeymoon phase: Anjas dan Kesha. Yang hampir di sepanjang film, cuma dua manusia ini yang ciumaaaaan teroooosss wkwkwkwk, kayak dunia bener-bener milik berdua dah, tau deh yang lain ngontrak :)))) – di kediamannya, mereka pun siap-siap pergi ke suatu tempat, Kesha yang sambil nerima telepon dari I dunno who she called by “tante” dan ngejelasin segala tentang gimana caranya ngatasin kucing yg lagi rewel (fyi, she’s a vet), terus digoda sama suaminya, Anjas yang sepertinya can’t get his hands off her glamorous body, ya pokoknya scene ini cheesy-cheesy gimaneeee gitu, bikin jiwa kejombloanku meringis parau wkakakakak. Intinya sih, si Anjas pengen ngajak ngeue, dah itu aja. Haha
Berbanding terbalik sama suasana
romantis di pondok mungil milik Kesha dan Anjas, di apartemen super mewah milik
keluarga Enrico hawanya lagi kurang adem, Eva, istri Enrico lagi gelud sama
anak remaja semata wayang mereka, Bella. Jadi, si Bella ini lagi masa-masa puber
yang tau laah gimana, lagi seneng pacaran, hangout sana sini, sampe yang
terparah dan memicu pertikaian antar keduanya saat Eva nemuin kondom di tas
Bella. Sontak, Eva yang jelmaan Bree Van de Kamp (kalo kalian bingung siapa dan
gimana tokoh Bree itu, coba liat serial Desperate Housewives), langsung
konfrontir depan anaknya, gak cuma soal kondom, Eva juga bahas soal pacar
Bella, si Jefri (bukan Nichol apalagi Woworuntu – sorry ya mbak Uthe, wkwk),
yang katanya udah jadi mantan, dan segala pesan genitnya di aplikasi whatsapp,
intinya si Eva ini lagi masuk fase khawatir sama pergaulan anak remajanya yang
udah mulai “happy happy joy joy”. Tapi yang namanya anak lagi puber, diomelin
gitu yang ada malah gigit balik hahaha, Bella ngerasa mamanya terlalu ikut
campur urusan pribadinya, dan yeeaa dengan segala macem label gak asik lah,
kepo lah, gak pengertian lah, dsbg (duuuh sabar yee Va), Bella juga ngomong
kalo Eva itu sebagai ibu kebanyakan teori – teori buat orang-orang stress yang
dateng terapi ke dia – Slebeeeew.
Eva yang lagi panas-panasnya ngehadepin Bella, tetiba ter-distract dengan kedatengan si ganteng dari gunung Merapi, wkwk gak lain dan gak bukan, ya suaminya, Enrico yang gantengnya kayak nabi haha. Enrico dateng sambil bawa satu paperbag coklat berisi sayur-mayur dkk, kek habis grocery gitu. Eva yang sadar suaminya pulang langsung bergegas bantu beres-beres belanjaan, walopun tetep pake muka cembetut karena masih kzl sama anaknya. Enrico yang sadar sama mimik gak kece istrinya langsung nanya “kenapa lagi?” macem udah tau persoalan yang sering dihadapi.
Gak lama kita diajak ngintip ke rumah
milik keluarga Wisnu, si pengacara kelas kakap yang “banyak dosa” haha. Wisnu
ini tinggal sama Imelda, ibunya, dan kedua anaknya Faiz dan Zuma: yang sulung
masih SD dan yang bungsu belum SD. Later on, kita tau kalo ibunya Wisnu tinggal
bareng mereka karena udah janda. Bisa juga si Wisnu ini anak tunggal, makanya
dia kayak punya moral obligation gitu buat ngeboyong ibunya tinggal bersama.
Kalo Eva bermasalah sama anaknya, si Imelda ini bermasalah sama mertuanya, yang
gak lain ibunya Wisnu. Yahh seperti persoalan mainstream menantu-mertua yang
tinggal satu atap, masalah utamanya pasti gak jauh-jauh dari pola asuh anak.
Layaknya nenek-nenek pada umumnya, ibu
Wisnu sangat memanjakan cucu-cucunya, malam itu Imelda dan Wisnu juga sedang
bersiap untuk menghadiri sebuah acara. Imelda yang mergokin anak bungsunya
malam-malam makan permen lollipop sontak menegurnya, belum selesai menegur, ibu
Wisnu menyela bahwa dialah yang memberikan permen lollipop susu ke putrinya.
Mungkin si Imelda ini takut anaknya sugar rush dan jadi mogok makan nasi,
langsung ngambil permen loli yang dimakan anaknya. Dari situ pokoknya penonton
udah bs menebak gimana hubungan Imelda dan ibu mertuanya. Faiz, anak sulung
Imelda yang juga sibuk bermain game gak luput kena tegur, tapi gak lama Wisnu
datang dan membiarkan Faiz terus bermain game dengan dalih kalua besok hari
sabtu jadi anak-anak bebas tidur agak larut. Tapi di sini terlihat Wisnu masih
punya kontrol di kehidupan parenting mereka, jadi Imelda terkesan manut sama
suaminya. Gak lama mereka bergegas untuk pergi dengan membawa Lagsana sebagai
buah tangan. Awalnya penonton pasti dibuat heran karena sutradara menyelipkan
scene Imelda mengganti celana dalamnya sesaat sebelum berangkat pergi dengan
Wisnu.
Kembali ke apartemen Eva dan Enrico,
dan mereka masih arguing soal anaknya Bella. Eva ceritanya curhat ke Enrico
tentang Bella yang masih menjalin hubungan dengan si Jefri boy, Eva
mengutarakan ketidaksetujuannya dengan Jefri krn menurutnya Jefri itu anak yang
gak punya masa depan, you know ortu selalu idealis dgn pilihan terbaik utk
anaknya, termasuk Eva. Tapi di sisi lain, mas ganteng alias bapak Enrico, bersikap
lebih demokratis. Enrico bilang kalo semasa pacaran dulu, dirinya dan Eva juga
jauh dari kata direstui sama orang tua Eva. Enrico yang bukan dari keluarga
berada tapi karena cerdas dan ulet makanya bisa jadi kaya, haha, menyadari
bahwa pengalaman pahit itu adalah guru yang berharga, makanya dia gak terlalu
strict sama Bella, karena dari kehidupan itulah Bella akan belajar.
Eva akhirnya cerita ke suaminya kalo
dia nemuin kondom di tas Bella, kekhawatirannya makin menjadi, dia gak mau
Bella salah pergaulan dan akhirnya menemui penyesalan. Menanggapi hal itu,
Enrico justru bersikap kontra, menurutnya Eva terlalu melanggar privasi Bella
dengan merogoh isi tasnya tanpa izin. Yaa pokoknya si mas ganteng ini tipikal
papa-able yang selalu hangat dan belain anak perempuan satu-satunya, luvvv
banget sama Darius di sini sumpahhhh GAAAHHHH.
Malam itu intinya akan sedang terjadi
gerhana bulan, yang menurut mitosnya, gerhana bulan ini membawa banyak hal
negatif: mulai dari tanda akan ada bencana, akan terjadi pertengkaran sampai
akan muncul sesosok makhluk jahat yang akan menimbulkan kekacauan. Fast
forward, ternyata Tomo, Kesha dan Anjar serta Wisnu dan Imelda malam itu
bersiap untuk pergi ke satu tujuan yang sama, yaitu apartemen Eva dan Enrico.
Sudah 6 bulan sejak kepindahan Eva dan Enrico ke rumah baru, dan malam itu
mereka mengadakan house warming untuk rumah baru mereka dengan mengundang para
sahabat-sahabatnya itu.
Wisnu dan Imelda menjadi tamu pertama
yang datang, mereka disambut oleh Enrico yang disusul Eva. Imelda membawa
Lasagna asli Italiano sebagai jamuan untuk makan malam bersama mereka. Sedikit
chit-chat ringan, gak lama Anjas dan Kesha menyusul datang membawa “the famous
Kesha’s Tiramisu”, tetap sama disambut hangat sama Enrico disusul temen-temen
lainnya. Gak cuma tiramisu, Kesha dan Anjas juga ngasih kado kecil berupa difusser buat Eva dan Enrico, lucunya, label harga pada difusser tersebut sengaja gak
dicopot sama mereka biar tuan rumah tau kalo harganya mahal hahah. Maklum, si
Eva sama Enrico ini keluarga tajir melintir banget, dan sosok Eva yang gampang
judgy sama barang-barang murah/KW akhirnya bikin Kesha risih dan akhirnya
mutusin buat ngebiarin label harganya diliat wkakakak.
Setelah tiga pasutri ini berkumpul, tau
lah yang digibahin siapa??? Siape lagi kalo bukan satu tamu undangan yang belom
dateng, Tomo. Tomo berencana dateng sekaligus ngenalin pacar barunya ke
sahabat-sahabatnya itu, jelas mereka semua pada excited buat liat cewek barunya
Tomo dan gak sabar buat menyambutnya untuk bergabung dengan grup pertemanan
mereka. Semua pada sibuk tebak-tebak buah manggis kayak apa sosok wanita yang
akan dibawa Tomo. Para cewek positive thinking gadis yang dibawa Tomo bakalan
cantik dan baik, sebaliknya cowok-cowok pada ngeledekin kalo gak mungkin
seorang Tomo bakal dapet pacar cantik kayak istri-istri mereka, karena dari
bentuk badannya aja Tomo bukan tipikal cowok good looking yang gampang dapet
cewek cantik.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu dateng
juga, bel apartemen Enrico berbunyi tanda kalo Tomo sudah sampai depan pintu.
Mereka semua bergegas menyambut Tomo persis di depan pintu masuk, dan boom!,
Tomo dateng Bersama sebuah janda bolong. Haha iya, tanaman janda bolong yang
sumpah gemeeess bangeeeeet, Tomo dengan perawakan yang besar bawa taneman janda
bolong yang imut-imut. Tentu semua temen-temennya pada bertanya ke mana pacar
Tomo yang katanya Bernama Daniella. Tomo bilang bahwa pacarnya tiba-tiba demam
jd gak bisa bergabung makan malam bersama mereka. Semua kecewa karena batal
bertemu pacar Tomo yang sudah dinanti-nanti, tapi yaaa at the end Tomo tetap
disambut hangat sama mereka.
Makan malam mereka malam itu dimasak spesial
sama Enrico, yang seperti celetukan Wisnu kalo Enrico ini lebih cocok jadi chef
daripada plastic surgeon, haha karena masakannya enak banget. Enrico masak
mushroom soup yang dibuat pake white truffle, jamur sultan yang per 100gr
harganya bisa 5 juta aja bunda :’) again, emang keluarga sultan ini si Enrico
sama Eva. Mushroom soup disajikan hangat dengan roti baguette asal Prancis buat
appetizer, main course dengan kudapan lobster yang harganya cuma bisa bikin
geleng-geleng, dilanjutkan dengan Lasagna asli Italiano buatan Imelda, dan akan
ditutup pake egg tart buatan Eva dan the famous Kesha’s Tiramisu sebagai
dessert. Sounds perfect, huh? Tapi gak lebih perfect dari permainan mereka
malam itu, bukan Perfect Strangers judulnya kalo semua mulus-mulus aja haha.
Sekitar 15 menit pertama, makan malam
mereka masih adem-adem aja, semua seneng semua happy, terutama karena tuan
rumah menyambut mereka dengan masakan yang luar biasa enak. Percakapan yang
terjalin juga masih hangat, ngobrolin soal temen mereka (yaa biasa lah kalo
kumpul-kumpul gitu suka gibahin orang lain yang gak ada, haha), terus ngobrolin
soal Bella, anak Eva dan Enrico yang sekarang udah tumbuh remaja dan makin
cantik, ngobrolin seputar kerjaan dan bisnis, semuanya masih berbalut canda
tawa yang hangat. Sampai akhirnya, mereka bahas lebih dalam soal Abi dan Rini
(salah satu pasangan yang juga temen mereka) yang gak dateng ke acara dinner
itu. Abi diketahui lagi ketahuan selingkuh, sehingga hubungannya sama Rini jadi
bermasalah. Masing-masing dari mereka saling arguing soal siapa yang salah dan
penyebabnya tidak lain adalah handphone. Kemudian ide iseng muncul dari bibir
Eva: “Gimana kalo kita bikin permainan?”
Dan yes, dari kalimat pembuka itu udah
tau kan arahnya bakal ke mana? Tepat. Mereka mainin sebuah game di mana
masing-masing mereka ngumpulin hapenya di tengah meja, semua chat, telepon,
email, apa pun yang masuk bakal dibaca bersama dan di-share sama yang lain. Semua
terlihat panik dan memandang bisu ke Eva sebagai pencetus ide, gak terkecuali
suaminya, Enrico.
Orang pertama yang menanggapi ide itu
tentu aja si playboy, Anjas dengan bilang kalo itu ide yang buruk. Dan orang
yang pertama menyetujui ide permainan itu gak lain adalah Tomo. Dengan gentle
Tomo naruh aja gitu hapenya di atas meja. Reaksi santai Tomo diikuti oleh Kesha
yang juga menaruh hapenya di atas meja. Singkat cerita, yang lain jadi pada
terpengaruh untuk melakukan hal yang sama, yaaa itung-itung seru-seruan aja
mungkin.
Selama permainan berlangsung banyak
kejadian yang terjadi dan terungkap hanya dari sebuah dering hape. Milik Anjas
yang pertama berbunyi, chatnya berasal dari nomor tidak dikenal yang isinya “I
WANT YOUR BODY” HAHAHAHA panik gaaak panik gaaak panik laaaah wkwk. Gak lama
hal itu terungkap bahwa chat itu berasal dari Enrico yang iseng ngerjain Anjas.
Tapi muka panik Anjas emang gak bisa ditutupin, lucu pokoknya.
Seiring waktu berjalan dering hape
selalu bunyi bergantian. Dari mulai Tomo yang ditelepon sama ibunya yang
ngabarin kalo ada sekolah di Bali yang lagi cari guru olahraga, dari situ
temen-temennya samua tau kalo Tomo baru aja dipecat dari sekolah tempat dia
ngajar sekarang. Dipecat karena apa? You’ll see.
Selanjutnya giliran hape Eva yang
berdering, aman… karena itu telepon dari papanya, tapi selanjutnya malah jadi
gak aman setelah papa Eva yang juga berprofesi sebagai dokter, melalui telepon,
rekomendasiin Eva untuk melakukan operasi sama Prof. Rendy, dari situ juga
khalayak semeja makan jadi tau kalo Eva mau operasi gedein payudara. Wisnu
nyeletuk kalo kenapa gak Enrico aja sendiri yang operasi Eva, rupanya celetukan
Wisnu itu yang justru membuka semuanya, gimana hubungan Enrico dengan ayah
mertuanya, juga hubungan antara Enrico dan Eva itu sendiri.
Wisnu pun gak luput dari ancaman
hapenya. Menyadari kalo ada rahasia yang dia tutupi, Wisnu sepik-sepik sama
Tomo buat bantuin dia menghindar dari masalah. Hape Wisnu dan Tomo yang
bermerek dan bertipe sama ngebuat Wisnu berpikir untuk menukar hape mereka
karena takut ada rahasia yang terungkap. Lagi-lagi di sini penonton akan dibuat
jatuh cinta sama Tomo karena sensible dan thoughtful-nya. Wisnu terpaksa
menceritakan masalahnya demi mendapat simpati Tomo dan akhirnya membuat pria
subur itu mau ngebantuin. Dan seperti yang bisa diterka, Tomo bersedia menukar
hapenya dengan Wisnu agar temannya itu gak ketauan selingkuh sama wanita lain
di dunia maya.
Sesaat kemudian hape Imelda berdering,
tertera jelas nama di penelepon “Lucciano Pavarotti”, turns out itu temen
kursus bahasa Italia Imelda. Di telepon mereka ngomong pake bahasa Italia yang
gak dimengerti sama semua orang semeja, termasuk suaminya si Wisnu yang makin
jengkel aja denger Imelda ngomong bahasa Italia. Intinya, menurut Imelda
temennya itu ngehubungin soal mereka yang janjian mau belajar bareng whatsoever
gitu lah. Sebenernya, masalah Imelda dateng bukan dari telepon si Lucciano,
melainkan dari email yang gak lama masuk setelah itu. Email dari panti jompo
yang mengabarkan kalo ada slot kosong untuk diisi sama lansia. Oke bisa ditebak
lah yaa hal ini mengarah ke mana? Yup ke ibu mertua Imelda yang gak lain ibu si
Wisnu. Imelda diam-diam reservasi tempat buat masukin ibu mertuanya ke panti
jompo, sontak hal itu memicu pertikaian antara Imelda dan Wisnu di meja makan.
Makin lama mereka bermain semakin banyak hal yang terungkap, mulai dari Wisnu, Anjas dan Enrico yang ngebuat grup futsal baru tanpa mengikutsertakan Tomo sehingga Tomo sendiri merasa dikhianati sama sahabat-sahabatnya sendiri. Adanya kiriman foto bugil di hape Wisnu (yang seolah-olah untuk Tomo – karena td tukeran hape), sampe muncul juga chat mesra dari teman laki-laki Tomo (yang sebaliknya dikira buat Wisnu). Sampe situ aja adegannya udah ancur-ancuran. Si Wisnu yang sebenernya ada affair online sama cewek yang lebih tua malah disangka gay sama istrinya dan temen-temen lainnya karena chat mesra dari Deni (yang diceritakan sebagai Daniella oleh Tomo). Sampe situ paham gak ya? Haha.
IKLAN BENTAR….
SPOILER (Skip aja kalo males)
Tomo sebenernya gay, dia menjalin
hubungan dengan temen cowoknya yang bernama Deni. Namun biar gak obvious, Tomo
mengganti nama Deni jadi Daniella dan menginfokan teman-temannya bahwa Daniella
adalah pacarnya.
LANJOOOT :)
Permainan gak selesai sampe di situ,
Anjas yang belom kebagian jatah apes akhirnya dapet chat masuk dari Juwita,
asisten manajer di cafenya Anjas. Isi pesannya “penting” pake tanda seru tiga.
Awalnya semua gak curiga, yaaa curiga sih, tapi Kesha langsung speak up buat
Anjas, ngejelasin kalo Juwita itu Cuma rekan kerja Anjas dan secara appearance
juga bukan seseorang yang perlu dikhawatirkan karena Kesha bilang
“penampilannya kayak mbak-mbak dan sama sekali bukan selera Anjas”, yeeeaaa
once more, you’ll see ;) Juwita ini terus membombardir hape Anjas, kayaknya
emang beneran penting, tapi ya dicuekin aja sama si Anjas.
Juwita bukan satu-satunya ancaman
serius buat rumah tangga Anjas yang baru seumur jagung, telepon dari Koh Asun
lah yang membongkar semuanya. Jadi si Koh Asun ini pemilik toko perhiasan di
mana Anjas beli cincin buat Kesha, entah kelepasan atau apa, si Koh Asun ini
menanyakan soal anting juga yang dipesan Anjas, sontak semua terkejut karena
Kesha menaruh curiga. Intinya, anting itu bukan buat Kesha karena Kesha alergi
pake anting (wkwk rada kocak sih gw liatnya), you know what anting itu buat
siape?? Juwita? BUKAAAN. Antingnya dipake sama Evaaaaaa. Jadilah terungkap kalo
Eva ada affair sama Anjas (aduh di sini gw juga rada bingung sih dan semakin
ruwet), gak dijelasin juga itu affair-nya gimana, ya pokoknya gitu dah.
Gak lama Koh Asun telepon, si Juwita
juga telepon lagi, dan ngaku kalo dia hamil anak Anjas. HAHAHAHA mantep gak
tuh, udah kayak combo jackpot semua terbongkar. Kesha yang ngambek, pergi ke
toilet sambil muntah-muntah (bagian ini gw juga bingung kenapa orang kalo lagi
di puncak emosi, tertekan or emotionally unstable suka kebelet gumoh gitu wkwk,
gw berasumsi Kesha muntah karena saking jyjyck-nya sama si Anjas hahah).
Masih inget adegan di awal pas Imelda
ganti celana dalem waktu mau berangkat ke apartemen Eva? Yup, jawabannya ada melalui
sebuah pesan singkat dari hape Imelda. Chat tersebut datang dari pria bernama
Aldi yang berisi bahwa dia mau lihat celana dalam yang dipakai Imelda. Hal itu
dipergoki langsung oleh Wisnu dan memicu pertengkaran lainnya. Ternyata selama
ini Imelda diam-diam menjalin hubungan terlarang di facebook dengan seorang
lelaki bernama Aldi, yang mungkin fetish-nya itu celana dalam wkwk, mbuh lah
menuju bagian akhir makin chaos aja film ini.
Sampe sini mau tarik napas dalem-dalem
rasanya. Mereka yang bermasalah gw yang engap, mereka yang punya rahasia tapi
gw yg deg-degan. Yah begitulah permainan ini mengacaukan segalanya. Game buka
isi hape yang tadinya cuma ide iseng dari Eva berakhir tragis. Tomo ketahuan
gay, Wisnu dan Imelda sama-sama selingkuh online, Eva dan Enrico di balik
kesempurnaan hidupnya ternyata punya krisis pernikahan, dan Anjas si anj--- harus rela kebongkar kalo dia masih tetaplah anjas yang buas, playboy, yang gak
pernah cukup dengan satu wanita.
Tapiiiiiii, film ini gak berakhir
tragis kok, haha. Kok bisa???
Bisa. Itu gunanya twist :)
Bagi yang mau tau twist-nya silakan
lanjut baca, kalo gak mau ya skip aja yak.
PLOT TWIST ENDING
Setelah semua situasi jadi chaos,
Imelda mutusin untuk keluar apartemen Eva dan Enrico dan pulang sendirian,
Kesha masih ngambek di kamar mandi, tersisa Tomo, Wisnu, Anjas, Enrico dan Eva
di ruang makan. Setelah semua terbongkar, Tomo akhirnya coming up ke
temen-temennya kalo dia gay. Tomo merasa harus merahasiakan jati dirinya yang
sebenarnya agar tetap bisa diterima sama temen-temennya, terutama Anjas yang
paling jijik dengan pria homoseksual. Pokoknya di scene ini Vino G. Bastian all
out banget meranin Tomo yang deep down punya luka batin. Yang harus sembunyi
dari identitas sebenarnya, yang harus membaur dengan temen-temennya yang udah
pada nikah semua dan STRAIGHT, yang harus menerima bahwa secara pekerjaan dia
gak sementereng temen-temennya yang sukses dan wealthy, bahkan dipecat sama sekolah yang udah jadi tempat mengajarnya selama 10 tahun hanya karena dia ketahuan punya orientasi seksual yang berbeda dari yang seharusnya. Pada akhirnya, Tomo
just being himself, dia berdamai dengan segala trauma dan bullyan masa kecil.
Setelah itu akhirnya semua saling
merenung atas keputusan bodoh mereka untuk melakukan permainan tersebut. Ya,
permainan bodoh, sebodoh Anjas yang baru menyadari kalo Kesha masih di kamar
mandi (gw takut itu anak saking depresinya, pingsan lagi kebanyakan muntah
wkwk). Anjas berulang kali mengetuk pintu kamar mandi berharap Kesha baik-baik
aja, tapi dasarnya Anjas kebanyakan gaya, Tomo yang menghampiri justru gak banyak
basa-basi, dengan badan besarnya langsung bagaikan hero langsung action mendobrak pintu kamar mandi.
Dan setelah pintu terbuka, di sana Kesha bukan pingsan bukan tidur juga wkwk, tapi
lagi pake gincu wuaaak, gincunya merah banget kayak mau fesyen show wkakak. Kesha
sudah lebih tenang, tapi masih kental dengan raut kecewa dan sakit hati karena
perbuatan suaminya. Kesha bilang kalo selama dia di kamar mandi, ibunya Anjas
telepon ke dia dan Kesha menjawab kalo sebentar lagi ibunya itu bakalan punya
cucu, ibu Anjas terdengar senang menyambut kehadiran cucunya tanpa tau kalo
anak itu bukan dikandung sama Kesha.
Bahasa tubuh Kesha menyiratkan
perpisahan dengan Anjas, dan sebelum melangkah pergi dari apartemen Eva, Kesha
mencium pipi Tomo dan mengucapkan bahwa keputusan Tomo tepat untuk gak ngenalin
Deni pacarnya ke mereka. Damn. Another rahasia terungkap, bahwa Kesha
sebenarnya udah tau kalo Tomo gay, tapi dia ikut menyembunyikannya dari
teman-teman lainnya karena Tomo begitu baik (sorry reyhan, kamu kalah baik sama
Tomo hahaha).
Sambil berlalu pergi, Kesha melepas cicin kawinnya dan muterin cicin itu di atas meja makan sebagai simbol keinginannya berpisah dari Anjas. Semua tertegun dan kamera off.
Scene
selanjutnya tinggal lah Enrico dan Eva (karena semua udah pada pulang). Enrico
memakan tiramisu cake yang tersisa diikuti Eva yang memeluknya dari belakang.
Scene ini juga nyeesss banget. Betapa mereka berdua, Enrico dan Eva seperti
rekonsiliasi hubungan mereka, Enrico yang diam-diam konseling dgn terapis dan
Eva yang memutuskan operasi payudara dengan dokter bedah lain menyiratkan bahwa
masing-masing dari mereka punya trust issue satu sama lain. Dan suapan Enrico
kepada Eva mengakhiri semua IF ONLY yang terjadi di sepanjang film.
Ape?? Gimanee???
IYAAAA. Jadi permainan itu sebenernya
gak pernah terjadi karena Enrico menolaknya sedari awal. Semua kekacauan yang
terjadi selama kurang lebih hampir 2 jam adalah if only atau semacem bayangan
kalo permainan itu beneran dilakukan. Yang masih gw gak paham, if only ini dari
sudut pandang siapa? Eva kah? Atau dari sudut pandang penonton? Better tanyakan
ke sutradaranya yeee wkwkwk.
Meskipun itu if only, tapi semua
rahasia yang terbongkar nyata adanya alias beneran kejadian, cuma si pencetus
film originalnya memutuskan buat bikin plot twist supaya endingnya tetep
baik-baik aja, dan semua rahasia jahanam itu tetap tersimpan pada tempatnya dan
gak terbongkar. Semua senang semua tenang dooong… :)
Scene penutup menunjukkan Kesha yang
keluar dari apartemen Enrico dan Eva, disusul sama Anjas. Mereka berdua dengan
mesranya melihat gerhana bulan yang indah di langit sambil (teteup) making out
haha. Kesel gak sih liat mereka cipokan terus haha. Kemesraan mereka
diinterupsi oleh Wisnu dan Tomo yang menyusul keluar apartemen sambil menggoda
si pengantin baru itu. Imelda yang udah dengan risaunya menunggu Wisnu di mobil
karena udah dapet telepon dari mertuanya kalo anak mereka gak bisa tidur
berteriak dari kejauhan meminta suaminya untuk bergegas pulang. Tomo? Kesha dan
Anjas manwarkan Tomo untuk pulang bersama dengan mobil Anjas, tapi Tomo memilih
untuk pulang sendiri pake MRT. They all look so happy dengan dinner yang baru
aja mereka datangi.
Scene berpindah ke dalam apartemen
Enrico dan Eva. Enrico yang sedang berdiri di balkon sambil memandangi bapak
tua di gedung seberang apartemen berucap kepada istrinya kalo dia gak mau hidup
sendiri seperti bapak tua itu. Eva pun mengiyakan, mereka bersebelahan
menyandar di balkon sambil memandang langit indah malam itu. Dari belakang
Bella yang berteriak setengah menangis menghampiri Enrico dan memeluk Eva.
Bella akhirnya menyadari bahwa Jefri bukanlah pria baik yang pantes buat
dipacarin, Eva menyambut hangat pelukan anaknya serta membelai dan mengusap
kepala Bella yang menangis. Scene ini nyess banget sih karena diiringi lagu
“Sulung"-nya Kunto Aji yang mendayu lembut. Intinya, sekesel-keselnya anak
sama ibunya, toh kalo ada apa-apa pasti akan balik ke ibunya. Sama dengan Bella
dan Eva, tapi dalam kasus ini, ada campur tangan Enrico yang dengan kedewasaan
dan kesabarannya, bisa meluluhkan hati anak dan istrinya agar bisa sama-sama kembali
saling mengerti dan memahami.
THE END.
Markiview~
Mari kita review :)
Gw bisa bilang Perfect Strangers adalah
salah satu film dengan latar set sempit terbaik yang pernah ada. Paolo Genovese
sebagai sutradara film aslinya sukses banget bikin film yang setnya di
situ-situ aja bisa menarik dengan segala dialognya. Seperti yang diketahui
bersama, tantangan bikin film yang setnya terbatas itu adalah ancaman rasa
bosan penonton, dan Genovese sukses mengubah stigma itu.
Oke, sekarang kita beralih ke versi
adaptasinya. Sebenernya film Perfect Strangers ini udah banyak diadaptasi sama
negara-negara lain seperti Spanyol, Korea Selatan, dan Meksiko sebelum akhirnya
dibikin versi Indonesianya. Tapi, my personal opinion, dari semua adaptasi yang
pernah dibikin sama negara lain, adaptasi Indonesia paling bagus dan pas dari
segala sisi. Mungkin juga karena dibuat paling terakhir jadi si versi Indonesia
ini bisa dibilang paling komplit. Alim Sudio sebagai scriptwriter dan Rako
Prijatno as a director sangat jeli dan membuat Perfect Strangers versi
Indonesia jadi sajian film yang menarik, tetap orisinil, adaptif dengan kultur
Indonesia dan yang terpenting ngena dan dapet banget inti cerita yang mau
disampaikan ke penonton.
Kehebatan Rako dengan sederetan
film-film bioskop yang pernah disutradarai serta kelihaian Alim Sudio menulis
skenario sama sekali gak membuat gw kecewa akan hasilnya, malahan versi lokal
ini yang akhirnya malah membuat gw penasaran untuk liat versi aslinya. Jujurly,
karena Perfect Strangers ini aslinya dibuat sama orang Eropa dan pada awalnya
diadaptasi oleh sesama negara barat, jadilah kultur yang dipake cenderung bebas
kebarat-baratan, dari segi jamuan makan malam yang memakai wine, hubungan
pasutri yang lebih bold dan vulgar, sampai ke style berkonflik yang lebih offensive
dan berani. Itu semua tampaknya gak serta merta bisa diadaptasi oleh kultur
kita.
Butuh penyesuaian, salah satunya
scene-scene mesra Anjas dan Kesha gak bisa segamblang film aslinya atau
adaptasi luar yang lebih gahar. Karakter tokoh anak Eva juga dibuat lebih
santun, meskipun diceritakan “bandel”, berbeda dari karakter aslinya yang
bener-bener troublemaker, juga scene buah tangan yang dibawa Anjas dan Kesha
serta Tomo dibuat lebih dekat dengan kultur kita, berbeda dari aslinya yang
seharusnya membawa wine, Alim memilih difusser dan tanaman hias sebagai
gantinya, setelah dipikir-pikir yaa emang cocok buat sahabat yang baru pindah
rumah.
Bahkan, kalo dibandingkan sama adaptasi
punya Korea pun, gw bisa bilang versi Indonesia lebih bagus (yaaa mau apple to
apple maksudnya karena sesama negara Asia), entah kenapa menurut gw versi Korea
terlihat lebih kaku dan kurang hidup, walopun pemainnya relatif cakep-cakep
haha.
Versi Indonesia ini juga bisa dikatakan
komplit karena menyatukan berbagai macam scene dari adaptasi yang pernah dibuat,
misalnya aja scene ketika Eva menarik Anjas ke kamar dan ngebalikin anting yang
dikasih Anjas, versi aslinya Eva diharuskan meludah ke Anjas, tapi di versi
lokal kita akan liat bahwa Eva menampar pipi Anjas dan bukannya meludah. Dan
opsi menampar pipi ini sebelumnya udah dipake sama versi Korea. Tim scriptwriter
juga membuat Perfect Strangers versi Indonesia menjadi karya adaptasi dengan
berbagai sentuhan drama yang relate dengan kehidupan orang Indonesia
sehari-hari, seperti adegan pembuka yang menunjukkan Tomo sedang menaiki
busway, juga ending akhir yang dibuat lebih bijaksana dengan menempatkan tokoh Enrico,
Eva dan Bella sebagai center of attention.
Dari departemen art, versi lokal juga punya
set decoration yang bagus, lokasi dinner mereka yakni di apartemen Eva dan
Enrico dibuat semewah mungkin dengan pencahayaan terang tapi tetep cozy dan
enak aja buat dilihat, dekorasi set dibuat selaras dengan kepribadian Eva dan
Enrico yang organized dan neat. Dari segi wardrobe juga gak berlebihan, semua
berbusana sesuai dengan karakter dan profesinya. Anjas dan Kesha yang lebih muda
dan kasual, Eva dan Enrico yang formal dan elegant tapi tetap modest, Wisnu dan
Imelda yang terlihat sangat stylish juga Tomo yang bener-bener simple dan
kasual.
Selesai bahas soal teknis, lanjut kita
dedah dari segi pendalaman karakter dan aktingnya. Sebenernya di sepanjang film
gak ada tokoh yang benar-benar baik atau benar-benar jahat, mereka semua stick
in the middle antara baik dan buruk, masing-masing punya alasan untuk menutupi
rahasia. Tapi, kalau pun harus menunjuk siapa karakter protagonis di sini
mungkin pilihan itu jatuh ke pada Tomo, Kesha, dan Enrico. Meskipun mereka
bertiga juga punya rahasia, tetapi itu tidak serta-merta merusak hubungan
dengan pasangannya maupun merugikan orang lain. Yaa walopun begitu, toh rahasia
mereka bertiga tetap bisa berpotensi memicu konflik tersendiri.
Akting tebaik menurut gw jatuh kepada
Vino G. Bastian, selain harus merelakan wajah gantengnya dirombak jadi brewokan
gak jelas dan badannya didempul sana-sini biar terkesan beneran gendut, Vino
bener-bener sukses menghidupkan tokoh Tomo yang kalo kita liat sepanjang film jauh
banget dari image Vino yang ganteng, tinggi, dan cakep paripurna. Vino
bener-bener bertransformasi jadi sosok Tomo yang cuek, doyan makan, goofy,
humoris, dan yaaa sering jadi bahan ledekan teman-temannya.
Denny Sumargo gausah ditanya lah ya, dia
kayaknya emang meranin dirinya sendiri sepanjang film. Darius selalu sukses
jadi karakter yang kalem dan papa-able :”) Jessica Mila dan Clara Bernadeth
juga bermain ciamik, gak berlebihan dan gak bad juga. Adipati Dolken, haha
resenya dapet banget, asli ini orang darahnya gampang mendidih, persis
pengacara-pengacara. Lucunya, si tokoh Wisnu ini kan diceritain emang udah lumayan
berumur, sedangkan Adipati yang aslinya masih muda akhirnya menuakan diri
dengan nyemir rambutnya abu-abu biar keliatan sedikit ubanan, that’s another
whole new effort LOL. Nadine Alexandra yang secara visual udah “highclass” lumayan
dapet sih soal fierce dingin-dinginnya Eva. Semua main bagus lah intinya, gak
salah pilih cast. Kalo ada penghargaan untuk ensemble terbaik, gw jagoin cast Perfect
Strangers buat nyabet piala itu, karena mereka bermain bagus as a group, not
just individually.
Hal lain yang gw suka dari film ini
adalah soundtrack dan scoring-nyaa, 9 out of 10. Suka banget gimana film ini dibuka
dan ditutup sama suara khas Yura Yunita dan di scene penutup diselingi alunan lembut Kunto Aji. Lagu Sudut
Memori dari Yura rasanya pas menggambarkan malam yang penuh dengan rahasia,
sementara lagu Sulung milik Kunto waaaaah parah siiiih nyeesss banget
rasanya buat jadi latar waktu Enrico dan Eva sama-sama menatap langit malam
setelah acara dinner. Ya, Cuma dua lagu itu yang ada di sepanjang film tapi
entah kenapa cukup buat puas karena kehangatan alunan musik dua musisi hebat
itu.
Sempat terbersit di benak gw kalo
mungkin gak sih Perfect Strangers ini dibuat sekuelnya? Atau setidaknya spin-off atau prekuelnya lah haha. Tapi kayaknya kalo sekuel rada engga mungkin,
soalnya inti filmnya udah selesai di 2 jam 6 menit. Kalau misalkan dibuat
sekuelnya, agak aneh karena gak mungkin kan dibuat permainan ulang soal buka hape-hape
itu?, atau misalkan mau dilanjutkan bagaimana mereka terus menyembunyikan
rahasianya sampe terbongkar satu per satu dengan sendirinya, jatohnya malah
jadi another drama, bukan lagi Perfect Strangers.
Kalo opsi prekuel kemungkinan masih
bisa dibikin, in case penonton penasaran sama kisah awal mula mereka berteman atau
keseharian mereka yang ditunjukin lebih dalam. Jujur sih gw penasaran sama
hubungan Eva dan Anjas, kenapa mereka bisa ada affair, atau gimana kok Anjas
bisa ngasih anting ke Eva, pak sutradara kami perlu penjelasan!! Hahaha.
Ya, over all Perfect Strangers ini
salah satu adaptasi film yang sukses, bahkan melebihi ekspektasi gw sebelumnya.
Seperti pesan yang disematkan di sutradara di after credit versi Korea:
Manusia sesungguhnya hidup dalam 3
kehidupan:
Pertama, kehidupan umum,
Kedua, kehidupan pribadi, dan
ketiga kehidupan rahasia.
Bintang 5 untuk Perfect Strangers.